
Ladies, mungkin ada di antara kalian yang memiliki adik, anak, atau keponakan yang hobi bermain game? Kalian mungkin gemas atau kesal ketika mereka terlalu asyik bermain sampai lupa waktu—lupa belajar, lupa makan, lupa mandi, bahkan lupa tidur! Mungkin juga kalian parno membaca berita-berita mengerikan mengenai efek kecanduan game—khawatir hal yang sama bisa terjadi pada buah hati kalian. Padahal sebenarnya, ada baiknya jika kalian mendukung minat mereka terhadap game.
Sifat game yang bisa bikin kecanduan hingga pemain lupa dirilah yang utamanya membuat banyak orang—khususnya orang tua—menilai game sebagai hal negatif. Namun, tahukah kalian bahwa sebenarnya ada banyak nilai positif yang bisa diperoleh anak melalui game? Selain itu, banyak pula potensi karier dan profesi baru yang bisa dilirik oleh anak-anak kalian yang hobi bermain game.
Kali ini, Chic Managers ingin memberi informasi sekaligus pencerahan bagi para Ladies dan orang tua yang tengah bingung menghadapi anak yang mulai ndableg lantaran terlalu asyik main game di depan komputer atau smartphone-nya.
Game mengajarkan banyak nilai positif
Di era digital, sulit sekali bagi Generasi Z dan Y—mereka yang lahir dan tumbuh bersama teknologi—untuk lepas dari teknologi, termasuk game. Meski begitu, belum banyak orang tua yang memberi kebebasan bagi anaknya untuk bermain game karena menilai game bisa mengganggu pendidikan mereka. Inilah yang lantas membuat anak memilih pergi ke warnet untuk main game secara sembunyi-sembunyi.
Padahal, menurut psikolog dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Yudi Suharsono, pada dasarnya game mengajarkan banyak nilai positif—tentunya jika dimainkan secara bijak dan dengan kontrol dari orang tua.
Menurut Yudi lagi, hal-hal yang tidak disukai oleh orang tua dari game adalah sifatnya yang membuat anak menjadi malas hingga lupa makan, lupa belajar, dan lupa mengurus diri. Oleh karena itu, anak butuh pendampingan orang tua dalam bermain game untuk membentuk mental yang baik.
Beberapa nilai positif yang bisa diperoleh anak lewat game antara lain, kemampuan analisa dan strategi, manajemen, team work, sportivitas, kedisiplinan, dan kreativitas. Meski begitu, nilai-nilai tersebut belum tentu bisa ditangkap dengan baik oleh anak seorang sendiri. Dengan adanya pendampingan orang tua, anak bisa mulai dengan belajar mengendalikan diri.
“Misalnya ketika kalah bermain game, anak biasanya menggebrak keyboard, gebrak meja, dan ngomong kasar; maka orang tua harus menasihati,” ucap Yudi. Menurutnya, agar anak bisa memanfaatkan game dengan baik dan memetik nilai-nilai positif dari game, diperlukan peran orang tua untuk mengajarkan pengendalian diri.
Sama seperti sepeda motor, ungkap Yudi, bisa berbahaya atau tidak tergantung pada penggunanya. Jika bisa mengendarainya dengan benar, maka sepeda motor akan membantu pengguna mencapai tujuan dengan cepat. Sebaliknya jika pengguna tak bisa mengendarainya dengan baik, maka sepeda motor itu bisa berbahaya.

Fenomena eSports
Saat ini, ada satu fenomena baru di dunia game yang tengah digandrungi oleh banyak orang di Indonesia, mulai dari anak-anak hingga dewasa, yakni eSports, game berbentuk pertandingan yang dimainkan secara berkelompok.
Di antara para Ladies mungkin pernah mendengar atau memergoki anaknya bermain game sambil melakukan live chat bersama teman-temannya—bicara soal strategi mengalahkan lawan, saling meledek ketika ada teman yang tertembak dalam game, atau bersorak girang ketika ada lawan yang tertembak. Nah, kemungkinan mereka sedang bermain atau berlatih eSports!
Beberapa judul game eSports, antara lain Defense of the Ancients 2 (DOTA 2), Call of Duty (COD), dan League of Legends (LoL). Mungkin kalian pernah mendengarnya. Semua dimainkan berkelompok dan sangat populer di kalangan remaja hingga dewasa saat ini.
Sekilas bagi orang awam, eSports terlihat seperti sekelompok orang bermain video game. Padahal, pertarungan game di dalamnya menuntut pemain untuk beradu ketangkasan, serta kecerdasan dan strategi. Saat ini, eSports juga telah menjadi sebuah industri yang meliputi berbagai profesi dan menawarkan potensi ekonomi yang menjanjikan bagi orang-orang yang menggelutinya.
Bentuk pengakuan terhadap eSports bisa dilihat dari perhelatan berbagai turnamen eSports berhadiah jutaan dollar. Bukan itu saja. Olahraga elektronik ini bahkan akan dimasukkan sebagai cabang eksibisi dalam perhelatan Asian Games 2018 mendatang!
Profesi-profesi baru yang bisa dilirik oleh pecinta game
Jika dimainkan dengan benar dan secara seimbang, game dan eSports tak hanya bisa mengajarkan nilai-nilai positif kepada anak, tapi juga menawarkan potensi karier yang menjanjikan.
Dulu, profesi bergengsi yang bisa digeluti oleh penggemar game tampaknya hanya game developer. Namun sekarang, ada berbagai profesi baru yang bisa menjadi pilihan karier para gamer dan penggemar eSports. Profesi-profesi tersebut antara lain, atlet atau gamer profesional, pemilik klub dan manajer tim, event organizer, serta shoutcaster (komentator) dan analis pertandingan.
Pertanyaannya, berapa gaji yang bisa mereka dapatkan? Sebagai gambaran, gaji yang diperoleh seorang shoutcaster berkisar antara Rp6 juta–Rp7 juta per event. Hal itu diungkap oleh Gisma Triayuda yang memiliki nama alias Melon, seorang gamer yang juga berprofesi sebagai shoutcaster.
Menurut Melon, komentator diperlukan dalam setiap pertandingan game. Tugasnya menghibur penonton dan menghidupkan suasana pertandingan. Penghasilan yang ia peroleh pun tak terbatas hanya dari event, tapi juga dari endorsement untuk sponsor atau merek produk tertentu yang berhubungan dengan game atau eSports.

Meski begitu, jangan dikira mudah untuk menekuni profesi-profesi di bidang game. Butuh fisik dan mental yang kuat untuk menggeluti dunia ini. Selain kemampuan mengendalikan diri dan disiplin dalam berlatih, baik atlet eSports atau profesi lainnya juga perlu menerapkan pola hidup sehat dan seimbang—mengatur pola makan dengan baik, serta cukup beristirahat.
Kehidupan gamer yang bermain hanya untuk kesenangan berbeda dengan atlet game profesional. Sistem latihan eSports bisa dikatakan mirip dengan atlet olahraga fisik, yang perlu disiplin dalam berlatih bermain game dan menyusun strategi.
Semoga artikel ini bisa mengurangi kecemasan teman-teman Chic Managers ketika melihat anak lengket dengan perangkat game-nya. Mengutip kembali pesan dari psikolog Yudi Suharsono, yang perlu dilakukan orang tua adalah membimbing, mengarahkan, dan mendukung anak—terutama jika game memang merupakan hobi yang ingin mereka kembangkan sebagai karier di masa depan.
Kalian juga tak perlu khawatir dengan perkembangan industri game dan eSports di masa depan, Ladies, karena industri ini akan terus berkembang mengikuti perkembangan teknologi. 😉