Posisi dan Kepintaran, Bukan Alasan untuk Bersikap Bossy

bossy
Ilustrasi Foto: Pixabay

Bossy adalah satu kata bermakna negatif yang erat kaitannya dengan karakteristik seseorang. Mereka yang bossy biasanya hanya bisa memerintah dan berbuat semaunya.

Sebenarnya kesan bossy pada sosok pemimpin mulai dianggap kaku dan kuno, serta tidak relevan dengan dunia kerja modern. Meski begitu, banyak manajer dan pemimpin—dari berbagai kalangan usia—tanpa sadar berlaku bossy dalam memperlakukan rekan kerja atau anak buahnya.

Saya pernah menjumpai salah satu sosok manajer yang sangat pintar dalam berbicara dan membawa diri hingga membuat orang lain tak pernah meragukan kemampuannya. Saya sendiri sangat kagum melihat kompetensinya di bidang yang ia geluti. Kepiawaiannya dalam mengidentifikasi masalah serta memberikan solusi patut mendapat acungan jempol. Namun sayang, hal itu berbanding terbalik dengan gaya ia memimpin.

Manajer tersebut dikenal pemarah, dengan alasan yang terkadang mau tak mau harus dimaklumi oleh timnya. Terkadang ia memang benar dan pantas berlaku keras, terutama ketika melihat hasil kerja anak buahnya yang cukup mengecewakan.

Yang disayangkan, di luar itu si manajer juga kerap menunjukkan sikap yang tak menyenangkan. Etika sederhana seperti mengatakan “tolong” atau “terima kasih”, atau “maaf” jika ia yang melakukan kesalahan; seakan tidak ada dalam kamusnya. Ketika memberikan tugas kepada anak buah, dia selalu menggunakan suara yang lantang dan hanya mengakhirinya dengan seruan “dong!

“Buatkan laporan marketing campaign minggu lalu, dong!”

“Kontak vendor A dan minta rate card mereka, dong!

Yang menarik untuk kita amati di sini adalah, bahwa gaya bossy bukan lagi persoalan jabatan atau kedudukan—melainkan soal karakter dan etika. Tentu saja sudah menjadi kewajiban seseorang yang mendapatkan amanah untuk memimpin sebuah tim untuk mengarahkan anak buah, serta menegur mereka yang berbuat salah. Akan tetapi, jika sudah menyangkut etika, maka kedudukan yang tinggi atau wawasan yang luas bukanlah suatu alasan pembenar untuk merendahkan orang lain.

Oleh karena itu Ladies, apabila kita sudah berhasil menggapai karier yang cemerlang, tetap ingatlah untuk selalu bersikap dengan landasan etika yang baik, terutama ketika memimpin. Bagaimana pun juga, keberhasilan perusahaan tak akan lepas dari kontribusi seluruh karyawannya, bukan?

About Widya Sulistiani

Widi memiliki rasa ingin tahu dan antusiasme yang besar terhadap dunia startup digital. Selain aktif berkontribusi di Chicmanagers.com, Widi juga berkarya sebagai Content Strategist di sebuah startup di Indonesia. Hal ini sesuai dengan passion-nya di bidang Content Marketing, Creative Writing, dan Social Media.

View all posts by Widya Sulistiani →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *