
Diangkat menjadi manajer bukan sekadar naik jabatan, tapi juga merupakan bentuk pengakuan perusahaan terhadap kinerja dan kepercayaan terhadap kemampuan karyawannya dalam memimpin. Promosi ini menandai peralihan peran karyawan dari sekadar “menjalankan tugas” menjadi “menggerakkan dan memimpin tim”. Ukuran keberhasilan manajer bukan hanya prestasinya sendiri, tetapi juga timnya. Karena itulah, manajer masa kini perlu punya kompetensi yang komprehensif. Berikut beberapa skill yang wajib dimiliki oleh seorang manajer “zaman now”.
1. Manajemen Waktu dan Prioritas
Tantangan terbesar manajer adalah banjir informasi yang ia terima, serta tuntutan waktu dan deadline yang sering kali mendesak. Email yang tak pernah berhenti, meeting berlapis, hingga pesan-pesan terkait pekerjaan yang menuntut feedback atau keputusan cepat. Semua hal terasa penting. Karena itu, manajer cerdas perlu tahu cara memilah mana hal yang “penting” dan yang “mendesak”, karena tidak semua hal mendesak itu penting.
Untuk mengelola waktu dan prioritas, salah satu alat yang bisa digunakan adalah metode Eisenhower Matrix. Metode ini membantu kita untuk milah pekerjaan ke dalam empat kelompok sebagai berikut:
- Penting dan mendesak: Pekerjaan yang harus langsung dikerjakan, termasuk di antaranya krisis dan pekerjaan dengan deadline hari ini.
- Penting tapi tidak mendesak: Pekerjaan penting yang masuk dalam rencana jangka panjang, misalnya pengembangan tim.
- Tidak penting tapi mendesak: Yang masuk dalam kategori ini adalah pekerjaan-pekerjaan yang dapat didelegasikan kepada bawahan.
- Tidak penting dan tidak mendesak: Pekerjaan-pekerjaan ini dapat ditunda pengerjaannya atau bahkan dihapus.
Terapkan pula konsep Pareto atau Aturan 80/20. Konsep ini menyatakan bahwa sekitar 80% dari hasil berasal dari 20% tugas yang paling penting yang diselesaikan. Konsep ini membantu manajer untuk mengidentifikasikan 20% pekerjaan prioritas untuk memberi dampak 80% dalam meningkatkan efisiensi dan fokus kerja tim.
2. Mendelegasikan tugas dengan tepat
Umumnya, ada dua kesalahan ekstrem yang sering dilakukan oleh manajer: terlalu mengontrol sehingga tim kehilangan ruang berkembang, atau terlalu lepas tangan sehingga arah kerja tim menjadi kabur. Padahal, delegasi yang benar adalah melepas tanpa lepas tanggung jawab. Delegasi bukan berarti “melempar” pekerjaan, melainkan mendistribusikan tanggung jawab dengan bijak.
Untuk mendelegasikan tugas secara efektif kepada anak buah, manajer harus mampu menjelaskan mengapa pekerjaan itu penting bagi tim dan perusahaan, mampu memberikan arahan, menentukan hasil yang diharapkan, dan memberikan kebebasan bagi karyawan untuk mencapainya, sambil tetap melakukan fungsi pengawasan secara periodik. Pastikan tetap ada proses monitoring dan evaluasi, tetapi tidak bersifat micromanagement.
3. Mengambil keputusan dengan bijak
Keputusan yang baik sebaiknya berdasarkan data. Namun, terkadang data saja tidak cukup. Pemimpin yang cerdas perlu tahu kapan harus mengandalkan intuisinya, kombinasi pengalaman, naluri, dan pemahamannya akan pekerjaan dan industrinya. Keputusan terbaik lahir dari kombinasi antara logika dan naluri.
Dalam memilih vendor baru, misalnya. Data bisa menunjukkan harga termurah atau reputasi terbaik, tetapi intuisi bisa membantu membaca hal-hal lain, seperti etika kerja, kecepatan vendor dalam merespons, dan kecocokan budaya. Atau, pada saat memutuskan strategi pemasaran. Data bisa memberi peta tren pasar dan perilaku pelanggan, sementara intuisi memberikan arah, visi dan timing yang tepat.
4. Menyampaikan pesan yang menggerakkan lewat storytelling
Manajer yang baik bukan hanya “penyampai pesan” tapi juga storyteller. Keterampilan bercerita sangat penting agar komunikasi dengan tim memiliki makna dan daya pengaruh. Ketika berbicara dengan atasan, gunakan storytelling yang strategis, mengaitkan ide dengan visi besar perusahaan. Ketika melaporkan angka penjualan misalnya, ceritakan pula ide strategi baru dan bagaimana ide tersebut bisa membuka peluang pasar yang sebelumnya tertutup.
Saat berbicara dengan tim, gunakan storytelling motivasional. Sampaikan bagaimana pekerjaan mereka, bahkan dari yang kecil sekalipun, akan berdampak pada hasil besar. Orang biasanya lebih tergerak oleh makna daripada target angka, dan storytelling yang baik mampu menjembatani logika dan emosi mereka.
5. Soft skills lain yang tak tergantikan
Saat ini, kita berada di era teknologi dan AI yang makin canggih. Meski demikian, ada hal yang sama sekali tak bisa tergantikan oleh mereka, yakni soft skills, seperti empati, kemampuan negosiasi, dan keberanian dalam mengambil keputusan. Soft skills ini membuat seorang manajer menjadi pemimpin yang dipercaya, bukan sekadar atasan yang ditaati.
Di dunia kerja yang terus berubah, jabatan bisa saja bergeser dan struktur bisa berubah, tapi skill pemimpin sejati selalu relevan. Pada akhirnya, manajer yang hebat tidak diingat karena jabatannya, tapi karena cara ia memimpin, memperlakukan orang, dan membuat keputusan. Ia tahu kapan harus tegas, kapan harus mendengar. Ia bisa mendorong hasil tanpa mengorbankan anggota timnya. Ia juga akan dihargai karena kemampuannya membuat orang lain bertumbuh.
