
Di lingkungan kerja atau kantor, suasana akan terasa lebih ringan ketika kita punya teman yang bisa diajak ngobrol, berbagi canda, atau sekadar curhat tentang tugas yang menumpuk. Namun, meski persahabatan di kantor itu menyenangkan dan bisa mendorong produktivitas, ada sejumlah etika yang sering kali luput dari perhatian kita. Terkadang, tanpa sadar kita melewati batas-batas profesional lantaran merasa sudah akrab, cocok, atau nyaman dengan rekan dan suasana kerja. Berikut beberapa etika berteman di kantor yang kadang dilupakan, padahal sangat penting untuk menjaga profesionalisme kita.
1. Tidak semua hal perlu diceritakan
Karena merasa dekat, beberapa orang jadi terlalu terbuka ke teman kantor. Mulai dari masalah rumah tangga, konflik dengan pasangan, hingga drama keluarga—semua diceritakan. Padahal, tidak semua orang nyaman mendengarkan, dan tidak semua informasi harus dibagikan di lingkungan profesional. Bercerita seperlunya itu boleh, dan bisa mempererat hubungan. Namun, kita perlu tahu kapan harus berhenti dan apa saja informasi yang sebaiknya cukup hanya menjadi konsumsi pribadi kita saja.
2. Hindari membentuk kelompok eksklusif
Punya inner circle itu wajar, tetapi membentuk geng atau kelompok eksklusif bisa menimbulkan kesan tidak profesional dan membuat rekan lain merasa tak nyaman. Banyak karyawan lupa atau tidak sadar bawa interaksi yang tertutup dan kelompok eksklusif menimbulkan sekat dan merusakan kekompakan antar-karyawan atau tim. Padahal, ruang kerja adalah tempat untuk berkolaborasi, bukan arena membuat kubu-kubu.
3. Jangan membicarakan rekan kerja di belakang
Gosip kantor memang menggoda dan sering kali menghibur. Namun, bergosip dengan rekan kerja berpotensi merusak kredibilitas dan kepercayaan. Teman yang nyaman bergosip dengan kita bisa saja menjadi orang yang sama yang akan bergosip tentang kita. Lebih baik fokus pada hal positif. Jika menghadapi masalah dengan seseorang di kantor, bicarakan langsung dengan orang tersebut, atau sampaikan melalui jalur resmi seperti atasan atau HR, jangan membicarakannya di belakang.
4. Hormati ruang dan waktu rekan kerja
Berteman bukan berarti boleh “mengganggu” kapan saja. Di satu waktu, bisa saja ada rekan yang sedang fokus, ada yang sedang mengejar deadline atau mempersiapkan meeting, dan ada pula yang sekadar ingin tenang. Terkadang, kita merasa terlalu nyaman dengan rekan kerja hingga lupa mengetuk pintu sebelum masuk ke ruang kerjanya, atau mengirim chat yang tidak penting di jam-jam sibuk. Kenali batasannya.
5. Tidak memanfaatkan persahabatan untuk keuntungan pribadi
Ini salah satu etika yang cukup sering dilupakan. Contohnya, meminta teman menggantikan shift kerja tanpa alasan penting, meminjam barang kantor, meminta mereka mem-backup kinerja kita, atau sekadar “titip absen”. Hubungan yang sehat sejatinya saling mendukung, bukan saling memanfaatkan. Jangan membuat teman merasa berada di posisi serba salah karena merasa wajib membantu kita.
6. Tetap jaga profesionalisme ketika terjadi konflik
Teman saja bisa berbeda pendapat, apalagi rekan kerja. Dalam pekerjaan, perdebatan atau dinamika yang memicu emosi bisa saja terjadi. Namun, jangan konflik profesional terbawa ke ranah personal, atau sebaliknya. Jika kamu menghadapi masalah dengan rekan kerja, selesaikan dengan kepala dingin. Relasi yang matang akan terlihat dari bagaimana kita menyelesaikan konflik secara dewasa.
7. Rayakan keberhasilan rekan kerja tanpa iri atau sinis
Ketika teman kita mendapatkan promosi atau apresiasi dari perusahaan, dukunglah mereka secara tulus, tanpa prasangka ataupun komentar bernada sinis, “Pasti karena dekat dengan atasan.” Etika berteman yang baik adalah mampu merayakan keberhasilan orang lain dengan tulus. Ingat, kantor bukan kompetisi antar teman dan hubungan antar-karyawan harus dijaga tetap harmonis.
Dengan menjaga etika-etika kecil yang sering dilupakan ini, kita berusaha untuk menjaga hubungan dengan teman kerja tetap hangat, tanpa mengorbankan profesionalisme. Pada akhirnya, pertemanan yang sehat di kantor bukan hanya membuat suasana kerja lebih nyaman, tetapi juga membantu kita bertumbuh sebagai pribadi yang lebih dewasa dalam berinteraksi.
