3 Ciri Manajer yang Terlalu Ambisius, Kamu Termasuk?

ciri manajer yang terlalu ambisius
Ilustrasi Foto: Pixabay

Ladies, coba deh kamu renungkan. Apakah kamu termasuk pemimpin di tempat kerja atau sekadar manajer yang suka bikin repot anak buah, atau cuma menyapa kalau butuh sesuatu dari mereka? Kira-kira, bagaimana kepemimpinan kamu di mata mereka—apakah kamu sudah menjadi atasan yang baik, tegas dan bisa diandalkan, atau manajer yang terlalu ambisius?

Kita tahu bahwa memiliki ambisi itu baik. Orang yang tak punya ambisi sudah pasti tak akan ke mana-mana, tak punya target, dan mudah puas dengan apa yang dia raih. Namun, terlalu ambisius pun tidak baik—bukan hanya buat orang-orang di sekitarmu, tapi juga bagi diri kita sendiri.

Nah, seperti apa sih ciri manajer yang terlalu ambisius? Simak daftar berikut ya, Ladies!

1. Mengambil setiap project, tanpa menghitung resources

Kamu ingin membuktikan bahwa kamu bisa melakukan banyak hal, bahkan semua hal. Karena itu, kamu mengambil setiap tawaran project yang datang ke divisimu—bahkan project yang deadline-nya mepet!

Kamu mungkin berpikir bahwa dengan melakukan hal itu, atasan bakal menilai kamu sebagai pekerja keras yang proaktif dan berprestasi. Tapi jangan lupakan perasaan dan kesehatan rekan kerja dan anak buah!

Terlalu banyak menghadapi proyek dengan deadline mepet bisa membuat mereka mengalami kelelahan, demotivasi, hingga gangguan kesehatan. Sebagai manajer, memang tugasmu untuk memastikan anggota tim bekerja produktif, tapi tidak berarti kamu boleh mengeksploitasi tenaga dan pikiran mereka lho!

Jika kamu punya kebiasaan yang satu ini, coba deh sesekali mundur. Beri kesempatan rekan kerja atau tim lain yang menurutmu kompeten untuk mengambil beberapa proyek yang masuk ke divisimu. Dengan begitu, timmu bisa lebih fokus bekerja dan bisa meraih hasil yang lebih berkualitas. Itu juga bisa menjadi nilai tambah untuk kamu dan tim, bukan? 

2. Ingin dianggap penting dan didengar di setiap kesempatan 

Setiap kali menghadiri meeting, kamu selalu ingin mendapat kesempatan untuk bicara. Kamu ingin menunjukkan ke setiap orang bahwa kamu tahu tentang banyak hal. Dengan kata lain, kamu tak mau kalah dan haus perhatian.

Ingin membuat suara kamu didengar bukanlah hal yang buruk, tapi lihat dulu kapan waktu yang tepat. Jangan sampai kamu bicara lebih banyak ketimbang rekan kerja yang lebih berpengetahuan, yang sebenarnya diharapkan oleh para peserta lainnya untuk menjadi “pemeran utama” dalam meeting tersebut.

Jika kamu punya kebiasaan yang satu ini, belajarlah menahan diri dan bersikap sopan. Perhitungkan pikiran dan perasaan rekan-rekan kerjamu.

3. Menilai orang yang realistis sebagai pesimistis

Salah satu kebiasaan seorang manajer yang ambisius adalah menilai orang lain sebagai pribadi yang pesimistis. Padahal, belum tentu mereka memang pesimistis.

Bayangkan tim kamu sedang menangani beberapa proyek penting sekaligus. Tiba-tiba ada tawaran proyek baru yang menarik, datang kepadamu. Kamu yakin dengan kemampuan timmu dan mantap ingin mengambil proyek tersebut. Supaya tidak terkesan sebagai pemimpin yang memaksakan kehendak, kamu lantas bertanya kepada anak buah, “Ada tawaran proyek yang oke yang sepertinya akan kita ambil. Menurut kamu bagaimana?”

Ketika anak buah menjawab bahwa masih ada beberapa proyek yang berjalan dan tak ada resource yang dapat menangani proyek baru tersebut, kamu malah menilainya pesimistis. Padahal, si anak buah hanya bersikap realistis.

Jika kamu memiliki ciri manajer yang terlalu ambisius seperti ini, kamu perlu menengok lagi daftar prioritas pekerjaan serta manajemen proyek dan resources dalam tim kamu. Setiap proyek yang dijalankan tentu harus diselesaikan dengan hasil yang baik dan berkualitas. Jika memang jumlah proyek yang dilakukan tidak sebanding (terlalu besar) dibandingkan dengan jumlah resources yang dimiliki, kamu bisa mempertimbangkan untuk menambah resources atau menolak proyek baru yang ditawarkan kepada timmu.

Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa membantumu menjadi pemimpin yang lebih baik ya, Ladies! 🙂

About Gabriella Restu

Mantan jurnalis dengan latar belakang pendidikan ilmu eksak. Berbekal pengalaman yang cukup panjang di industri media dan digital, saat ini Gabi aktif sebagai penulis lepas dan ghostwriter.

View all posts by Gabriella Restu →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *