7 Sikap Manajer yang Membuat Karyawan Mengalami Demotivasi

sikap micromanage bisa menjadi penyebab demotivasi pada karyawan
Ilustrasi Foto: Pixabay

Kepemimpinan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi apakah suatu tim atau organisasi dapat berkembang atau tidak. Sayangnya, dalam upaya mencapai target dan mengembangkan tim, banyak pemimpin dan manajer yang tanpa sadar justru membuat anak buahnya patah semangat dan mengalami demotivasi.

Riset dari Gallup menyatakan bahwa sebanyak 70% dari motivasi karyawan dipengaruhi oleh sikap manajer mereka. Jadi, tak heran jika kebanyakan karyawan resign bukan karena ingin mencari pekerjaan baru, melainkan karena ingin meninggalkan manajer mereka.

Menjadi seorang pemimpin yang baik memang bukan hal yang mudah. Sejatinya, pemimpin perlu membangun trust di dalam timnya—dan hal ini tidak semata bisa didapat dari komunikasi saja, melainkan juga melibatkan kompetensi, hubungan, serta karakter dari pemimpin itu sendiri.

Mungkin ada di antara kita yang sudah menjadi sosok bos idaman di mata karyawan, atau cukup beruntung karena sudah dipimpin oleh bos idaman. Namun, jika kamu ingin belajar menjadi sosok pemimpin yang baik, ada sikap-sikap yang mesti kamu hindari. Berikut ini tujuh sikap manajer yang bisa membuat karyawan demotivasi:

1. Micromanage

Pemimpin yang micromanage memberikan pengawasan dan pengarahan yang berlebihan kepada anak buahnya. Selain ingin memegang kontrol yang terlalu besar, ia juga sulit menerima masukan dari orang lain dan cenderung perfeksionis.

Micromanagement berpotensi membuat karyawan mudah stres serta malas berpikir dan berkembang, karena ide dan inisiatifnya sering ditolak oleh atasan. Pada akhirnya, sikap ini dapat menghambat kesuksesan perusahaan.

2. Terlalu perfeksionis

Perfeksionis sebenarnya adahal hal yang baik. Pasalnya, setiap profesional pasti menginginkan hasil kerja yang baik. Ketika kita sebagai karyawan mencapai hasil kerja sempurna, kita pun pasti akan merasa puas dan bangga, bukan hanya atasan yang akan merasa senang.

Meski begitu, terkadang ada manajer yang memasang standar terlalu tinggi. Karena ia sulit merasa puas dan menginginkan hasil teramat sempurna, anak buahnya terpaksa menghabiskan waktu untuk berkutat memperbaiki satu pekerjaan.

3. Kurang komunikasi

Ketika bekerja dalam tim atau di sebuah perusahaan, kita tak bisa mengharapkan semua hal berjalan dengan mulus. Terkadang ada saja masalah yang terjadi, seperti beredarnya rumor yang mengganggu kinerja tim atau miskomunikasi antarkaryawan. Kurang atau tidak adanya komunikasi dari atasan bisa membuat masalah semakin parah.

Padahal, komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan berdampak besar pada semangat kerja dan kepercayaan diri karyawan. Komunikasi juga dapat menumbuhkan trust dalam diri karyawan terhadap perusahaan, serta membuat kerja tim menjadi lebih efisien.

4. Memberi target tak realistis

Memasang standar tinggi untuk karyawan itu baik, tapi ada beberapa manajer yang terkadang melewati batas. Karena terlalu optimis dan berambisi, ia tak sadar bahwa target yang ia berikan kepada tim justru malah menggiring mereka ke tepi jurang.

Target yang tak realistis membuat karyawan harus bekerja ekstra lebih keras, bahkan menghabiskan akhir pekan mereka untuk mengejar deadline berbagai project. Jika ini terjadi terus-menerus, karyawan tak hanya bisa stres, tapi juga menurun kesehatan dan produktivitasnya.

5. Menghindari masalah

Beberapa manajer lebih memilih untuk menghindari konflik untuk menghindari masalah. Misalnya, karena takut menyinggung perasaan seseorang dalam tim, ia memilih untuk tidak melakukan evaluasi terhadap project dan kinerja timnya. Atau, karena khawatir terjadi cekcok antardivisi, ia enggan bicara atau mengingatkan manajer di divisi lain yang terkait untuk memperbaiki cara kerja mereka.

Kebanyakan manajer seperti ini biasanya ingin dirinya disukai oleh semua orang. Padahal, sikapnya itu justru membuat banyak masalah tak terselesaikan dan menjadi lebih parah, serta membuat anak buahnya frustasi dan kehilangan motivasi.

6. Tidak menghargai hasil kerja tim

Coba bayangkan kita sudah bekerja keras berminggu-minggu, menghabiskan waktu, pikiran, dan tenaga untuk menyukseskan suatu project untuk klien perusahaan, tapi bos tidak menunjukkan sikap peduli apalagi melontarkan pujian dan ucapan terima kasih. Pasti kesal kan? Jika itu terjadi, maka wajar jika karyawan merasa bahwa hasil kerjanya tak dianggap. Lain kali ia pun tak perlu mengeluarkan usaha ekstra untuk mendapatkan hasil terbaik. Toh tidak ada bedanya antara menunjukkan hasil yang baik atau tidak.

Nah, atasan perlu tahu bahwa bentuk apresiasi untuk karyawan bukan hanya berupa gaji atau bonus saja. Ungkapan terima kasih atau pengakuan yang tulus atas pencapaian mereka pun bisa menjadi hal yang bernilai di mata mereka.

7. Membuat terlalu banyak aturan

Setiap perusahaan pasti memiliki aturan, dan itu biasanya tertulis dalam kontrak atau kode etik perusahaan. Namun terkadang, ada aturan-aturan tak tertulis yang dibuat oleh manajer untuk mendapatkan kontrol lebih anak buahnya. Aturan-aturan tambahan itu yang kerap membuat anak buah merasa terkekang dan demotivasi, serta dapat mematikan kreativitas mereka. Ketika karyawan yang baik merasa terlalu banyak diawasi, maka sulit bagi mereka untuk bertahan.

 

Nah Ladies, apa kamu pernah bekerja dengan manajer seperti di atas? Atau kamu pernah melihat langsung contoh manajer yang membuat anak buahnya merasa demotivasi? Yuk, bagikan cerita kamu di kolom komentar. 🙂

About Restituta Arjanti

Biasa dipanggil dengan nama tengahnya, Ajeng. Ia memulai kariernya sebagai Jurnalis. Dengan pengalaman lebih dari sepuluh tahun di Industri Media dan Teknologi, sekarang ia aktif sebagai penulis dan editor profesional serta konsultan di bidang Media, Konten, dan Public Relations.

View all posts by Restituta Arjanti →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *