
Lingkungan kerja ideal adalah tempat di mana setiap orang bisa saling menghargai, bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, dan sama-sama bertumbuh. Sayangnya, kenyataannya tidak selalu demikian. Banyak pekerja menghadapi lingkungan kerja dengan bos atau rekan kerja yang bersikap toksik, hingga menciptakan suasana kerja yang tidak sehat.
Jika kamu pun menghadapi situasi ini, berikut tips dari Chicmanagers.com untuk membantu melindungi diri dan tetap bersikap profesional.
1. Kenali tanda-tandanya
Langkah pertama yang perlu kamu lakukan adalah mengenali pola perilaku toksik. Beberapa contoh yang umum, misalnya:
- Sering meremehkan hasil kerja orang lain untuk merusak kepercayaan diri mereka
- Gaslighting atau membuat seseorang meragukan persepsinya sendiri
- Mengambil kredit atas hasil kerja orang lain
- Perilaku pasif-agresif seperti memberi komentar sinis dan menyabotase pekerjaan orang lain
- Komunikasi tidak sehat seperti membentak, memberi instruksi tidak jelas, atau menyalahkan tanpa dasar
Dengan mengenali pola dan perilaku-perilaku tersebut, kamu bisa lebih objektif menilai situasi dan menentukan langkah berikutnya tanpa terbawa emosi.
2. Bangun batasan yang sehat dengan rekan kerja
Membatasi hal-hal terkait pekerjaan tidak hanya melindungi kesehatan mental, tetapi juga menunjukkan integritas dan profesionalisme kamu. Batasan yang bisa ditetapkan, misalnya:
- Batasan waktu dengan tidak selalu harus membalas pesan kerja di luar jam operasional
- Batasan komunikasi untuk menjaga agar percakapan tetap profesional, tidak terlalu personal
- Menjaga jarak emosional untuk menghindari atau mengurangi paparan kata-kata atau perlakuan negatif
3. Dokumentasikan segala hal terkait pekerjaan
Dokumentasi yang baik sangat penting untuk melindungi reputasi kamu dari perilaku toksik. Beberapa dokumentasi yang perlu disimpan, di antaranya email atau pesan yang bernada merendahkan atau menyalahkan, catatan mengenai kejadian yang tidak profesional, dan bukti-bukti hasil kerja yang bisa melawan klaim tidak benar dari atasan atau rekan kerja yang ingin menjatuhkanmu.
Jangan hanya bergantung pada ingatan. Dokumentasi bisa menjadi catatan objektif dan berguna jika eskalasi masalah meningkat dan perlu dilaporkan ke manajemen atau HRD.
4. Terapkan gaya komunikasi asertif
Menghadapi orang toksik bukan berarti kamu harus diam. Ada saatnya kamu perlu menyampaikan keberatan dengan cara yang tenang dan jelas. Komunikasi asertif adalah teknik komunikasi dengan menyampaikan pendapat, perasaan, dan kebutuhan secara jelas dan tegas tanpa menyakiti atau meremehkan orang lain. Contohnya:
- “Saya memahami urgensi dari permintaan Anda, tapi mohon berikan arahan yang lebih spesifik.”
- “Saya masih kurang paham dengan yang Anda sampaikan tadi. Dapatkah kita bahas dengan lebih konstruktif?”
- “Saya ingin memastikan tidak ada miskomunikasi, jadi tolong klarifikasi tugas apa saja yang perlu diprioritaskan, dan apa ekspektasi Anda.”
Asertif berbeda dengan agresif. Tujuan komunikasi ini untuk menjaga harga diri kamu tanpa merendahkan orang lain.
5. Cari dukungan dari rekan yang terpercaya
Terkadang kita membutuhkan perspektif orang lain untuk membantu menilai apakah perilaku yang kita terima memang toksik atau hanya kesalahpahaman. Karena itu, carilah rekan yang bisa dipercaya sebagai teman berceritalah. Selain bisa membantu kamu secara emosional, mereka juga bisa memberikan pandangan atau menjadi saksi jika situasi memburuk. Namun ingat, jangan sampai kamu terjebak dalam gosip yang justru bisa memperburuk keadaan.
6. Gunakan jalur formal untuk membantu
Jika perlakuan toksik yang kamu terima sudah mempengaruhi kesehatan mental atau performa kerja, pertimbangkan untuk melaporkannya secara resmi. Gunakan semua dokumentasi yang tersimpan sebagai data dan fakta yang objektif, bukan emosi semata. Pihak HRD atau manajemen biasanya akan mengambil tindakan jika mereka melihat ada pola berulang yang berpotensi merugikan organisasi.
7. Tetap jaga kesehatan mental dan pikirkan rencana jangka panjang
Tidak semua lingkungan bisa diperbaiki. Jika perilaku toksik berasal dari budaya perusahaan, bukan hanya individu rekan kerja atau atasan, kamu perlu memikirkan diri sendiri. Utamakan kesehatan mental dan mulailah menyusun rencana alternatif, misalnya meminta rekan kerja baru, meminta transfer internal ke divisi lain, atau bahkan mencari kesempatan pekerjaan di tempat lain yang lebih sehat.
Menghadapi bos atau rekan kerja yang toksik bukan hal yang mudah, tetapi kamu tetap memiliki kendali atas cara merespons perilaku tersebut. Semoga tips di atas dapat membantu kamu berkembang profesional tanpa kehilangan jati diri di tengah situasi yang tak nyaman. Ingat, lingkungan kerja sehat adalah hak setiap pekerja.
