
Sewaktu kuliah dulu, saya punya seorang kawan. Peter namanya. Dia pernah mentertawakan kebiasaan saya yang katanya seperti semut.
Hari itu kebetulan kami menghadiri beberapa kelas yang sama. Kelar dari kelas pertama di Kampus A, kami harus pindah ke kelas berikutnya di Kampus B. Pergilah kami menuju kampus B berdua. Jarak kedua kampus itu nggak jauh, kira-kira 200-300 meter. Sepanjang jalan, kami berpapasan dengan kawan-kawan saya.
Kawan: Halo, Jeng. Habis kuliah apa?
Saya: Hei, halo! Blablabla. Eh, kenalin ini teman gue, Peter.
Lalu kami berpapasan lagi dengan kawan saya yang lain. Saya dan kawan saling bertegur sapa lagi, dan lagi-lagi saya bilang, “Btw, kenalin ini teman gue, Peter.”
Hal itu terjadi beberapa kali lagi sepanjang perjalanan singkat menuju Kampus B. Si Peter pun terkikik.
Saya: Kenapa, lo?
Peter: Gapapa. Tapi lo kayak semut ya.
Saya: Maksudnya?
Peter: Iya, tiap papasan sama teman, pasti nyapa, ngobrol sebentar, terus ngenalin temanlo ke mereka.
Saya: Hahaha, kebiasaan. Gue senang kalau teman-teman gue bisa saling kenal. Lagian, kalau gue ngobrol sama mereka, dan lo bengong aja, nggak enak juga kan?
Iya, saya senang kalau teman-teman saya bisa saling kenal. Kebiasaan itu masih terbawa sampai sekarang. Bukan hanya dalam pergaulan, tetapi juga di dunia kerja. Saya dengan senang hati bersedia mengenalkan teman saya kepada teman saya yang lainnya.