
Di era serba digital seperti saat ini, teknologi telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Survei Perempuan di Era Ekonomi “Survival” yang diadakan oleh Chicmanagers.com pada bulan Mei hingga pertengahan Juni 2025 lalu juga mendalami pemanfaatan teknologi dalam kehidupan sehari-hari para responden.
Survei ini diikuti oleh 111 responden perempuan berusia 25 tahun ke atas. Dari seluruh responden, mayoritas atau sebanyak 85,5% berusia di atas 35 tahun, sebanyak 71,2% berstatus menikah, dan 68,5% memiliki anak. Para responden wanita ini ada yang berprofesi sebagai karyawan (41,4%), ibu rumah tangga (31,5%), pekerja lepas dan konsultan (14,4%), dan pemilik usaha (8,1%). Sementara 4,5% lainnya sedang tidak bekerja. Sebanyak 86,5% berdomisili di wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), sementara sisanya tersebar di kota-kota lain di Indonesia dan di luar negeri.
Mayoritas responden, sebanyak 71,2%, menganggap perkembangan teknologi digital sebagai sesuatu yang menarik dan membantu. Mereka melihat dukungan teknologi dalam meningkatkan produktivitas dan memberikan informasi. Namun, 11,7% menyatakan masih belum banyak memanfaatkannya, sementara 3,6% mengaku masih bingung dalam mengakses atau memanfaatkannya secara optimal. Di sisi lain, ada 6,3% responden yang merasa perkembangan teknologi modern justru menakutkan dan mengancam pekerjaan.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa meskipun teknologi memberikan kemudahan dan peluang dalam mendukung produktivitas, namun masih dibutuhkan edukasi agar manfaat positifnya lebih merata dan dapat dirasakan lebih banyak orang.
Teknologi untuk Hiburan dan Produktivitas
Ketika ditanya tentang alasan memanfaatkan teknologi digital, ada tiga fungsi dominan yang disampaikan oleh para responden. Yang menarik, sebanyak 85% responden memanfaatkan teknologi untuk mendapatkan hiburan dan inspirasi, 69,4% untuk membantu urusan rumah tangga seperti mencari ide masakan dan tips parenting, baru setelah itu untuk meningkatkan produktivitas sebanyak 66,7%. Selain itu, 31,5% memanfaatkan teknologi untuk membantu mengembangkan usaha kecil.
Temuan ini menunjukkan bahwa perempuan memanfaatkan teknologi tidak hanya untuk produktivitas, tetapi juga untuk hiburan dan keseimbangan hidup. Ketika hiburan dan inspirasi menjadi hal utama yang dicari melalui teknologi, itu bukan sekadar eskapisme atau pengalihan dari kenyataan, melainkan strategi untuk menyeimbangkan pikiran di tengah tekanan hidup yang kompleks, termasuk tekanan pekerjaan atau ekonomi. Penggunaan teknologi untuk mendukung urusan rumah tangga, produktivitas kerja, dan mengembangkan usaha merefleksikan peran ganda perempuan dalam keluarga dan dunia kerja atau profesional mereka.
Sementara itu, perkembangan teknologi AI (artificial intelligent), seperti ChatGPT, Canva AI, dan TikTok AI Voice juga mulai akrab dalam keseharian perempuan kelas menengah. Sebanyak 36% responden mengaku menggunakan AI hampir setiap hari, 36% kadang-kadang menggunakannya, dan 20,7% yang jarang menggunakannya. Hal ini menunjukkan tingkat adopsi AI yang cukup tinggi. Meski begitu, masih ada sebanyak 7,2% yang belum pernah menggunakan AI sama sekali.
Media Sosial, Sumber Inspirasi dan Tekanan Psikologis
Di antara teknologi yang diakses oleh para responden adalah media sosial. Sayangnya, pengaruhnya cukup kuat dan dirasakan tidak selalu positif. Meski bisa menjadi sumber hiburan dan informasi, 44,1% responden mengaku media sosial cukup berpengaruh terhadap emosi mereka. Sementara 9,9% mengatakan pengaruhnya sangat besar hingga menyebabkan FOMO (fear of missing out) atau perasaan cemas karena ketinggalan tren, dan overthinking. Hanya 7,2% yang sama sekali tidak merasakan pengaruhnya, sementara sisanya hanya merasakan dampak ringan media sosial terhadap emosi mereka.
Hasil survei ini juga menunjukkan bahwa 8,1% responden sering merasa burnout akibat paparan media sosial dan tuntutan digital, sedangkan mayoritas sebanyak 70,2% sesekali merasakannya. Hanya 21,6% yang mengaku tidak pernah mengalaminya.
Burnout di sini adalah kelelahan mental atau emosional, dan terkadang juga fisik, karena terlalu sering terpapar informasi melalui media sosial, sehingga menimbulkan tekanan terhadap diri sendiri. Tekanan di sini misalnya untuk selalu aktif di dunia digital, atau karena membandingkan hidup, atau karena ekspektasi berlebih di dunia digital.
Di tengah kehidupan yang banyak bersinggungan dengan teknologi, tak bisa dipungkiri bahwa kelelahan digital adalah bagian dari kenyataan hidup modern. Meskipun teknologi dan media sosial bisa menjadi alat yang memberdayakan, tapi keduanya juga berpotensi menguras emosi dan membawa tekanan psikologis. Karena itu, perlu ada kesadaran individu untuk membangun hubungan yang sehat dengan dunia digital. Bukan menjauhinya, melainkan menggunakannya secara sadar dan sesuai dengan kebutuhan. (RAA)