4 Hal yang Perlu Dilakukan Pemimpin untuk Membangun Hubungan Baik dengan Karyawan

hubungan baik dengan karyawan
Ilustrasi Foto: Pixabay

Membangun dan menjalin hubungan yang baik merupakan salah satu aspek penting dalam kepemimpinan. Hubungan yang baik antara atasan dengan karyawan atau anak buah juga mempengaruhi kinerja bisnis perusahaan. Ketika seseorang memiliki hubungan yang baik dengan atasannya, mereka akan merasa termotivasi dan berusaha menunjukkan kinerja yang baik. Ia akan melakukan yang terbaik untuk mendukung tim dan pemimpinnya.

Sayangnya, kebanyakan karyawan tidak akur atau kurang puas dengan atasannya. Sekarang, coba tanyakan kepada teman-teman kamu, bagaimana hubungan mereka dengan atasannya? Bagaimana pendapat mereka tentang bosnya? Jawabannya pasti beragam.

“Gue kagum dengan bos gue dan pengin banget banyak belajar dari dia. Relasinya banyak dan banyak project yang masuk dari dia. Tapi, karena cuma ada tiga orang dalam tim gue termasuk si bos. Kebayang dong, bagaimana lelah dan pusingnya gue dan partner tandem gue membagi pikiran dan energi untuk semuanya.”

“Atasan saya smart, punya banyak ide dan inisiatif. Tapiii, terus terang saya sering bingung mengikuti apa maunya karena terlalu banyak prioritas.”

“Bos saya sebenarnya baik, tapi emosinya meletup-letup. Kalau mood-nya lagi bagus, dia baik banget. Tapi, kalau anak buahnya bikin kesalahan atau gak bisa memenuhi ekspektasinya, yah gitu deh….”

Love and hate relationship pun bisa terjadi dalam karier profesional, antara atasan dan anak buah. Tak heran jika hubungan keduanya kerap menjadi pemicu terjadinya drama di tempat kerja. Lantas, apa saja yang harus dilakukan oleh kamu sebagai pemimpin atau manajer untuk meningkatkan hubungan dengan karyawan serta mengantisipasi terjadinya penurunan kinerja dalam tim?

1. Pahami situasi di lingkungan kerja

Bukan hanya kamu dan timmu yang bekerja di kantor. Ada banyak tim dan divisi lain yang harus berkoordinasi dengan kalian. Selain itu, tidak semua orang yang berhubungan dengan timmu adalah orang yang smart, ramah, terampil, dan bisa bekerja dengan gesit. Bisa jadi orang-orang yang dihadapi oleh timmu ada yang kepo, rewel, suka menunda pekerjaan, dan kurang bertanggung jawab. Singkatnya, menebar energi negatif.

Sebagai manajer, kamu harus peka agar bisa menangkap situasi tersebut. Pasalnya, belum tentu anak buahmu mau menceritakan kesulitan mereka, hingga mereka benar-benar merasa tersudut.

2. Bertanya dan mendengarkan

Terkadang, sebagai pemimpin yang sibuk dan sangat percaya pada anak buah, kita terlalu banyak mendelegasikan tugas dan melepas mereka untuk bekerja sendiri. Meski sikapmu itu dilandasi oleh rasa percaya kepada tim, tapi jika kamu hanya ingat untuk menagih progress kepada mereka, yang ada mereka akan menilaimu bossy dan kurang peduli.

Sesekali coba tanyakan apa kendala yang mereka hadapi ketika menjalankan satu tugas tertentu. Misalnya, dalam team meeting yang diadakan setiap bulan atau tiap dua minggu sekali. Jika perlu, tanyakan juga bagaimana pandangan mereka tentang hubungan kalian sebagai atasan-bawahan.

Apakah mereka cukup mempercayai kamu? Apakah mereka merasa kamu sudah mendukung dan peduli terhadap mereka? Dengarkan cerita, pendapat, atau keluh kesah mereka. Jika perlu, buatlah catatan sebagai bahan introspeksimu.

3. Bangun interaksi positif

Terkadang, ambivalensi tak dapat dihindari. Meski pada dasarnya hubungan atasan-bawahan yang terjalin cukup baik, tapi selalu ada hal yang bisa membuat karyawan merasa lelah, kesal, kecewa, atau tidak sabar menghadapi tugas dari pemimpin atau manajernya.

Sebagai manajer pun, kita tak bisa selalu bersikap sabar terutama ketika kita berhadapan dengan target dan deadline. Nah Ladies, ketika kamu bersikap tak sabar dan menuntut anak buahmu untuk bekerja gesit, kamu bisa menjelaskan situasi yang kalian hadapi (yang mungkin belum dipahami olehnya). Katakan bahwa kalian berada di bawah deadline yang ketat. Jangan lupa bantu timmu untuk mengatasi situasi yang stressful tersebut.

Sebagai pemimpin, kamu harus bisa menjalankan beberapa peran sekaligus. Pemimpin harus bisa menjadi teman dan orang kepercayaan anak buah, tapi juga harus bisa bersikap tegas dalam mengelola dan mengawasi tugas dan kinerja tim.

4. Beri dukungan dan solusi

Salah satu tanggung jawab pemimpin adalah membimbing anak buahnya, terutama di tengah situasi sulit. Biar bagaimanapun juga, ada aspek dependensi satu sama lain dalam hubungan antara atasan dan bawahan. Sebagai pemimpin, kamu memiliki kekuatan yang lebih besar, dan inilah yang bisa menimbulkan perasaan hate and love dalam diri karyawan.

Sejauh mana kamu menunjukkan kepedulian dan tanggung jawabmu kepada anak buah—itulah yang akan mempengaruhi seberapa besar kamu dicintai oleh mereka. Kamu bisa menunjukkan kepedulian dengan memberikan dukungan berupa saran serta solusi untuk mengatasi masalah. Ketika memberikan kritik pun, pastikan kritik tersebut bersifat membangun dan kamu menyampaikannya dengan baik. Dengan begitu, karyawan akan merasa aman dan tenang, hingga bisa bekerja dengan fokus.

 

Memang tak mudah untuk menjadi pemimpin. Namun, jika kamu sudah paham bahwa dasar dari hubungan yang baik antara atasan dan bawahan adalah komunikasi, tanggung jawab, serta rasa saling percaya dan peduli, maka kamu sudah beberapa langkah lebih maju sebagai seorang pemimpin. Selalu semangat dan good luck, Ladies! 🙂

 

 

About Gabriella Restu

Mantan jurnalis dengan latar belakang pendidikan ilmu eksak. Berbekal pengalaman yang cukup panjang di industri media dan digital, saat ini Gabi aktif sebagai penulis lepas dan ghostwriter.

View all posts by Gabriella Restu →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *