4 Pertanyaan yang Harus Dijawab Jujur Saat Wawancara Kerja

jujur saat wawancara kerja
Ilustrasi Foto: Pixabay

Ladies, siapa sih yang tak senang mendapat panggilan wawancara kerja, apalagi dari perusahaan idaman? Kita pasti semangat, atau mungkin juga gelisah, ingin mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Pasalnya, berdasarkan pengalaman sendiri atau cerita teman-teman, wawancara kerja itu tricky. Tak jarang pewawancara mengajukan pertanyaan yang menjebak, yang membuat kita bingung—perlu gak sih kita jujur saat wawancara kerja?

Banyak di antara kita mungkin sudah paham tentang teknik-teknik menghadapi wawancara kerja. Untuk sukses memukau pewawancara, bukan hanya penampilan yang perlu kita perhatikan, tapi juga sikap dan tutur kata dalam menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan. Namun ternyata, banyak pula kandidat yang berbohong demi memukau calon perusahaannya!

Sebuah riset yang dilakukan pada tahun 2013 oleh dua peneliti dari University of Massachusetts, Brent Weiss dan Robert S. Feldman, menyebutkan bahwa sebanyak 81% orang mengaku berbohong tentang dirinya saat wawancara kerja. Mereka berbohong antara lain untuk memberikan kesan yang baik di mata pewawancara.

Tak bisa dipungkiri, berbohong saat wawancara kerja adalah hal yang umum dilakukan oleh pelamar. Namun, hal itu tidak dianjurkan untuk dilakukan, terlebih lagi oleh profesional seperti kita. Jangan sampai niat untuk memukau pewawancara justru menjauhkan kamu dari kesempatan atau menjadi bumerang ketika kamu menjalani pekerjaan yang baru!

Nah, berikut ini beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dengan jujur saat wawancara kerja:

1. Berapa gaji terakhir kamu? Berapa gaji yang kamu harapkan?

Sebuah survei yang dilakukan oleh sebuah situs keuangan pribadi, The Cashlorette, tahun 2017 lalu menemukan bahwa karyawan Milenial merasa lebih nyaman membicarakan gaji mereka dengan rekan kerja, teman, dan anggota keluarga jika dibandingkan dengan generasi pekerja sebelumnya.

Dalam survei tersebut, sebanyak 63% Milenial berusia 18–36 tahun sudah membocorkan besaran gaji mereka kepada keluarga, 48% membagikan infonya kepada teman, dan 30% membagikan info gajinya kepada rekan kerja. Sementara itu, hanya 41% dari generasi sebelumnya—yakni Baby Boomers yang berusia 53–71 tahun—bercerita soal gajinya kepada keluarga, 21% berbagi info gaji dengan temannya, dan hanya 8% yang membagikan infonya kepada rekan kerja.

Dengan adanya pergeseran generasi di dunia kerja saat ini, maka pertanyaan tentang besaran gaji sudah menjadi umum dalam wawancara kerja “zaman now”. Meski begitu, pelamar juga harus berhati-hati dalam menjawab pertanyaan ini.

Sebenarnya tak ada salahnya jika kamu menjawab pertanyaan tentang gaji terakhir dengan jujur. Toh biasanya perusahaan sudah menetapkan bujet untuk setiap posisi yang ada dalam organisasi. Meski begitu, pertanyaan ini juga tidak wajib untuk kamu jawab.

Alih-alih menjawab dengan angka pasti, kamu bisa memberikan kisaran gaji yang kamu terima sebelumnya. Yang pasti, kamu tak perlu berbohong karena itu bisa merugikan. Bagaimana kalau kamu berbohong, lantas pewawancara meminta salinan slip gajimu? 😉

Jika kamu punya track record yang baik dan kamu sudah diakui sebagai profesional di bidang yang digeluti, kamu bisa menyampaikan dengan jujur berapa kisaran gaji yang kamu harapkan. Jangan lupa tunjukkan portofolio serta prestasi-prestasi yang kamu capai sebelumnya.

2. Apa prestasi yang berhasil kamu raih di perusahaan sebelumnya?

Di CV, kamu bisa saja menampilkan segudang prestasi yang memukau. Namun ketika wawancara, pastikan kamu pun bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan prestasi-prestasi yang kamu cantumkan di atas kertas itu.

Jangan pernah mengakui prestasi rekan kerja di perusahaan sebelumnya, sebagai pencapaian dan hasil kerjamu. Taruhlah kamu berhasil lolos dalam wawancara dan mendapatkan posisi yang kamu incar, tapi ketika perusahaan menuntut kamu untuk mencapai hasil yang sama atau bahkan lebih baik dari hasil kerjamu—yang sebenarnya diraih oleh rekanmu—di kantor lama, apakah kamu siap?

3. Di mana tempat tinggal kamu?

Lokasi dan jarak tempat tinggal dari kantor merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi produktivitas kerjamu. Jarak juga menjadi pertimbangan penting untuk menghitung pengeluaran yang kamu butuhkan untuk transportasi, dan ini berarti juga akan mempengaruhi perhitunganmu dalam negosiasi gaji.

Taruh kata, perusahaan yang kamu lamar berlokasi di Tangerang dan kamu tinggal di daerah Bekasi. Demi mendapatkan pekerjaan itu, kamu lantas berbohong bahwa kamu pun tinggal di Tangerang (dengan niat dalam hati akan mencari kost atau rumah kontrakan di lokasi dekat kantor).

Bisa kamu bayangkan jika perusahaan mengetahui bahwa kamu berbohong? Jika kamu pada akhirnya mencari kost atau rumah kontrakan di dekat kantor, apakah kamu sudah siap dengan konsekuensinya—tinggal berjauhan dari keluarga, dan mengeluarkan biaya ekstra untuk membayar sewa kost atau kontrakan serta membeli makan pagi, siang, dan malam? Terkadang pelamar lupa menghitung pengeluaran-pengeluaran tersebut.

Sebaliknya, jika kamu jujur, memang ada kemungkinan kamu gagal mendapatkan pekerjaan tersebut. Namun, ada pula kemungkinan perusahaan akan mempertimbangkan untuk menanggung biaya tempat tinggal kamu, atau menempatkan kamu di kantor cabang yang dekat dengan tempat tinggalmu, atau bahkan menawarkan kamu untuk bekerja secara remote dan tak perlu datang ke kantor setiap hari.

4. Apa alasan kamu ingin resign dari tempat kerja saat ini?

Ketika diberikan pertanyaan seperti ini, umumnya kita akan menjawab, ingin mencari tantangan baru, ingin belajar lebih banyak tentang industri yang terkait, atau ingin mencari kesempatan untuk mengembangkan karier di perusahaan yang baru. Alasan-alasan tersebut memang bisa diterima jika demikian kondisi sebenarnya. Kamu memang berencana untuk resign dan pindah kerja, bukan terkena PHK akibat kebijakan perusahaan.

Bagi banyak orang, terutama di Indonesia, di-PHK adalah hal yang memalukan. Tetapi jika menilik kondisi ekonomi saat ini, PHK sebenarnya sudah menjadi hal yang umum, apalagi jika kamu bekerja di industri startup. Risiko tersebut semakin besar.

Kita tahu bahwa persaingan bisnis di era inovasi dan disrupsi teknologi saat ini semakin keras. Banyak perusahaan tak mampu bertahan, hingga mengalami kerugian dan terpaksa menutup usaha dan memecat para karyawannya. Jika kamu mengalami hal ini, tak perlu merasa down dan larut dalam kekecewaan.

Ambillah waktu untuk melakukan refleksi. Jadikan pengalaman itu sebagai suatu pembelajaran, dan mulailah mencari kesempatan yang baru. Ketika kamu berhasil mendapatkan undangan wawancara dan ditanya tentang alasan kamu resign dari perusahaan sebelumnya, katakanlah dengan jujur. “Saya tidak resign dari perusahaan sebelumnya, tetapi di-PHK,”

Meski begitu, tekankan bahwa PHK itu terjadi bukan karena kesalahan atau performa kamu  yang buruk, melainkan karena kebijakan perusahaan. “Perusahaan mengalami kerugian dan tidak mampu membiayai operasionalnya lagi, sehingga terpaksa menutup bisnisnya dan memecat para karyawan.”

Akan lebih baik jika kamu mengaku di-PHK, daripada kebohonganmu nanti ketahuan oleh pihak HRD. Kamu pasti tahu kan, era digital melahirkan banyak komunitas profesi, tak terkecuali komunitas HRD. Bisa jadi berita tentang penutupan kantor atau PHK di perusahaan kamu juga sampai ke telinga orang yang mewawancarai kamu.

Hal lain yang tak kalah penting, jangan pernah bicara buruk tentang atasan atau perusahaan lama, sekalipun hal itu memang benar. Sampaikan hanya kesan-kesan positif saja mengenai perusahaan tempat kamu bekerja sebelumnya.

 

Nah Ladies, semoga artikel dari Chic Managers ini bermanfaat ya, terutama bagi kalian yang berniat untuk mencari tempat kerja baru. Ada lebih banyak keuntungan yang bisa kita peroleh jika kita jujur saat wawancara kerja. Good luck! 🙂

About Restituta Arjanti

Biasa dipanggil dengan nama tengahnya, Ajeng. Ia memulai kariernya sebagai Jurnalis. Dengan pengalaman lebih dari sepuluh tahun di Industri Media dan Teknologi, sekarang ia aktif sebagai penulis dan editor profesional serta konsultan di bidang Media, Konten, dan Public Relations.

View all posts by Restituta Arjanti →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *