Baca Ini Dulu Sebelum Mengeluh Soal Pekerjaan

Ilustrasi Foto: Pixabay

Ladies, suatu ketika seorang kawan manajer, curhat kepada saya. Ia bercerita tentang sikap beberapa orang karyawan junior di kantornya yang menunjukkan tanda-tanda demotivasi dengan mengeluh soal pekerjaan.

“Memang tanda-tanda yang lo lihat seperti apa?” tanya saya.

“Contohnya nih. Suatu hari gue gabung makan siang dengan anak-anak kantor. Ada satu anak yang nyeletuk—entah keceplosan, atau sudah saking cueknya di depan senior—bilang begini. ‘Ah malas banget nih. Kerjaan banyak banget, bosan!’” ungkap kawan saya.

Argh, gemas gak sih?” lanjut kawan saya lagi.

Hm… Sejujurnya. I’ve been there done that—berada di posisi kawan saya, juga di posisi juniornya.

Yah, siapa yang tak bosan kalau setiap hari harus menghadapi rutinitas yang sama? Bukan hanya sama, tapi biasanya juga dengan beban kerja yang terus bertambah. Banyak perusahaan (dalam hal ini pihak manajemen dan petinggi perusahaan) yang tanpa sadar (ataupun sadar) membuat karyawannya kelelahan dan stres.

Alasannya bisa beragam. Dari sisi perusahaan, ada beberapa kemungkinan alasannya:

  1. Perusahaan memang tak punya pilihan selain menambah beban kerja karyawan. Di tengah makin beratnya persaingan bisnis, menjalankan operasional perusahaan tentu bukan hal yang mudah dan murah. Untuk mempertahankan bisnisnya, perusahaan mungkin saja terpaksa menambah beban kerja karyawannya karena tak memiliki bujet untuk merekrut karyawan baru.
  2. Perusahaan sengaja memanfaatkan loyalitas dan keterampilan karyawan. Ini pun bisa terjadi. Tidak semua perusahaan sudah menerapkan peraturan dan kebijakan yang pro terhadap karyawan. Dengan dalih memberi tantangan dan kepercayaan yang lebih kepada karyawan, perusahaan justru melakukan eksploitasi terhadap karyawan yang berujung pada rendahnya work-life balance dan burnout pada karyawan.
  3. Manajer yang bersangkutan tidak pandai mengelola beban kerja anak buahnya. Padahal, perusahaan sebenarnya sudah memiliki kebijakan dan aturan yang cukup memihak pada karyawan. Misalnya, sering memberikan pekerjaan tambahan dengan deadline yang sangat mepet tanpa memperhitungkan waktu dan beban kerja anak buah.

Lantas, bagaimana kita sebagai karyawan—ataupun manajer yang juga karyawan—menyikapinya? 

  • Apapun alasan perusahaan, jangan anggap pekerjaan tambahan atau rutinitas sebagai beban. Seorang kawan baik saya pernah menceritakan respons ayahnya ketika ia mengeluh tentang pekerjaannya yang banyak dan terasa melelahkan. Mendengar keluhannya, sang ayah berkata, “Kamu seharusnya bersyukur, karena itu berarti perusahaan amat membutuhkan kamu.”

Nah betul juga! Ketika menerima pekerjaan tambahan dari bos, anggaplah itu sebagai tantangan dan satu bentuk kepercayaan. Tapi, tantangannya kok gak habis-habis? Jika memang kamu merasa sudah cukup dengan semua beban kerja yang dilimpahkan kepadamu, kamu punya pilihan kok. Bertahan dengan pekerjaan itu, atau mulai mencari tempat kerja yang baru—tapi tak perlu terus-menerus mengeluh. Mengeluh hanya akan membuang waktu dan tenaga kamu.

  • Kamu bekerja untuk masa depan kamu juga, bukan hanya untuk kemajuan perusahaan. Ini yang mesti kamu ingat! Suka atau tak suka, bekerjalah dengan semangat.

Di era digital, di mana para profesional bisa terhubung lewat Internet, siapapun, termasuk calon employer kamu bisa mengintip profil profesional kamu. Mereka juga bisa menilai kualitas kerja kamu dengan mencari tahu tentang perusahaan tempat kamu bekerja. Jadi, jika hasil kerjamu oke dan performa perusahaan pun baik, pasti ada perusahaan lain di luar sana yang akan membidik kamu untuk bergabung dengan mereka. No effort is ever wasted, Ladies.

Semoga membaca tulisan ini bisa mengurangi atau menghapus keinginan kamu untuk mengeluh soal pekerjaan ya. 🙂

About Restituta Arjanti

Biasa dipanggil dengan nama tengahnya, Ajeng. Ia memulai kariernya sebagai Jurnalis. Dengan pengalaman lebih dari sepuluh tahun di Industri Media dan Teknologi, sekarang ia aktif sebagai penulis dan editor profesional serta konsultan di bidang Media, Konten, dan Public Relations.

View all posts by Restituta Arjanti →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *